APAKABAR BOGOR – Pemerintah Kota Bogor (Pemkot) yang selama ini bersikap arogan, akhirnya kalah di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Pasalnya, dalam amar putusan PTTUN telah membatalkan atau mencabut Surat Nomor: 511/2508-Hukham tertanggal 7 Mei 2021, Perihal Pemberitahuan Pengambilalihan Pengelola Pasar Teknik Umum (TU).
“Berdasarkan amar putusan majelis hakim PTTUN, perkara nomor: 53/B/2022/ PT.TUN.JKT telah membatalkan sekaligus memerintahkan Pemkot mencabut surat pengambialihan.”
“Artinya, Pemkot sudah tidak punyak kewenangan apapun untuk mengelola pasar TU, apalagi hanya berdasarkan perjanjian bodong.”
Baca Juga:
“Jadi, alangkah naifnya Pemkot melaksanakan perjanjian bodong tanpa kop surat yang dijadikan alasan untuk mengelola pasar,” ujar kuasa hukum PT. Galvindo Ampuh Rusmin Effendy, SH, MH kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut Rusmin, putusan PTTUN pada tanggal 18 April 2022 telah memiliki kekuatan hukum tetap dan semua pihak harus mentaati putusan majelis hakim, meski pun ada upaya hukum kasasi.
Karena itu, kemenangan PTTUN ini sekaligus membuktikan betapa amburadulnya kinerja Pemkot Bogor, khususnya dalam penataan pasar-pasar yang ada di kota bogor dan menyisakan banyak persoalan.
Khususnya soal pungli dan premanisme sebagaimana terungkap saat kunjungan presiden Jokowi ke pasar Bogor belum lama ini.
Baca Juga:
Ketua Umum KANNI Desak Sanksi bagi Tiga Termohon yang Absen di Sidang KI Jabar
KANNI Kabupaten Bogor Menang Gugatan di Komisi Informasi Jabar, Tiga Termohon Mangkir
“Bagi saya kemenangan ini sebagai kado untuk menghantarkan Pemkot ke pengadilan akherat. Babak selanjutnya adalah membongkar praktik pungli yang terjadi di Pemkot Bogor.”
“Termasuk pemalsuan surat untuk mengambilalih secara sewenang-wenang hak pengelolaan pasar serta mark-up pembebasan lahan Angkahong Jambu dua yang pernah di SP3 harus dibuka Kembali,” kata dia.
Dia menjelaskan, semua data dan bukti-bukti Pemkot sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung, termasuk pemalsuan surat perjanjian bodong dan penyerobotan lahan pasar TU serta praktik pungli dengan memungut uang sewa hak pengelolaan pasar.
“Selama setahun ini kami sudah dirugikan dan saatnya menuntut ganti rugi atas apa yang sudah dilakukan Pemkot. Mereka yang terlibat bisa dikenakan Pasal 263, 167, 385, 551 dan Pasal 368 KUHP.”
Baca Juga:
PNBP Naik, Tarif Masuk Kawasan Wisata Gunung Salak Endah Ikut Terdampak
Bisa Kuliah Kedokteran Gratis di Unhan, Mahasiswa Palestina Ungkap Terima Kasih untuk Prabowo
“Jadi kita lihat saja nanti, bagaimana proses hukum lanjutan. Saya pastikan oknum-oknum Pemkot pasti tersandung kasus pidana,” tegas dia.
Pemilik Pasar TU
Rusmin menambahkan, kliennya adalah pemilik sah lahan dan bangunan Pasar TU yang sudah di beli dari masyarakat dan sudah ada pelepasan hak dari masyarakat ke perusahaan melalui Akta Notaris.
Kalau bicara legalitas tanah dan bangunan sudah clear, tidak ada masalah. Bahkan sebagai syarat membangun pasar, lahan yang sudah dibeli dari masyarakat sudah dilakukan pelepasan hak ke PT Galvindo Ampuh kemudian dijadikan HPL.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
“Kemudian diatas lahan HPL 54 tersebut terbitlah Sertifikat HGB 2343. Jadi, apa yang diklaim Pemkot soal HPL 54. Kalau tidak ngerti masalah hukum cari pakar hukum,” tegas dia.
Selain itu, lanjut dia, ada perjanjian bodong yang sudah 21 tahun lebih yang dijadikan landasan hukum Pemkot Bogor untuk menguasai Pasar TU.
Padahal, perjanjian bodong tanpa menggunakan Kop Surat resmi dari instansi Pemkot Bogor kok bisa dijadikan dasar hukum. Perjanjian Nomor: 644/SP.03-HUK/2001/Nomor: 39/SP/GA-BGR/AGS/XI/ 2001 tidak memenuhi syarat-syarat sah sebuah perjanjian sesuai Pasal 1320-1337 KUH Perdata.
“Bagaimana wibawa Pemkot Bogor melaksanakan perjanjian secara sepihak tanpa persetujuan pihak yang diperjanjikan, kemudian dijadikan dasar hukum untuk mengambilalih Pasar TU Bogor.”
“Karena itu, kuat dugaan Pemkot Bogor menjalankan perjanjian bodong dengan cara memalsukan tandatangan dan bisa dikenakan Pasal 263 KUHP.”
“Termasuk praktik pungli dengan cara mengambilalih hak pengelolaan pasar dengan memungut iuran parkir, keamanan, kebersihan, bongkar muat sampai MCK yang menjadi fasilitas umum pasar,” tegas dia.
Dia menambahkan, sejak Pemkot Bogor menugaskan PD Pasar Pakuan mengambilalih pengelolaan, kondisi di pasar semakin tidak kondusif dan menuai aksi protes dari Dewan Kemakmuran Masjid (DKM).
Melalui Surat Nomor: 05/DKM/X/2021 Perihal Protes DKM Masjid Al-Muqorrobin karena areal Pasar TU dijadikan tempat maksiat seperti karaoke dan minuman keras yang menganggu ketertiban masyarakat.
“Buat apa ada petugas yang berpatroli di pasar kalau tidak bisa menindak oknum-oknum PD Pasar Pakuan yang membuat maksiat di sana,” ujarnya.***