APAKABARBOGOR.COM –Nasib para penggarap di beberapa desa di wilayah selatan Kabupaten Bogor masih terkatung-katung.

Mata pencaharian mereka dari hasil berladang di lahan garapan di lereng Gunung Salak dan Gunung Pangrango terganggu sejak bersitegang dengan beberapa perusahaan swasta yang mengaku menguasai lahan tersebut.

Alih-alih berjuang mempertahankan lahan garapannya, legislator maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor malah belum bisa diharapkan bantuannya.

Mereka seolah tak mampu membela nasib penggarap.

Padahal, pengaduan resmi para penggarap telah dilayangkan ke Ketua DPRD Kabupaten Bogor sejak 24 Januari 2023 silam.

Hal ini seperti dilakukan puluhan penggarap asal Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.

“Kami sudah mengirimkan surat resmi mengadukan nasib kami ke Ketua DPRD Kabupaten Bogor pada 24 Januari 2023 lalu untuk meminta bantuannya agar dapat memasilitasi, mempertemukan penggarap dengan pihak swasta.

Tapi sampai hari ini kami tidak pernah menerima jawaban baik secara lisan atau surat balasan,” ungkap kuasa hukum penggarap Cijeruk, Indra Surkana, Minggu (12/3/2023).

Indra memaparkan, upaya lain juga telah ditempuh para penggarap dengan mengirimkan surat permohonan audiensi kepada Camat Cijeruk pada 6 Februari 2023.

“Isinya meminta Camat agar dapat memasilitasi pertemuan dengan PT BSS agar ada kejelasan. Tapi juga tidak ada respons,” ujarnya.

Dia menerangkan, dalam surat tersebut dijelaskan kronologis lengkap di mana pada 20 Desember 2023 penggarap mendapat somasi dari PT BSS melalui kuasa hukumnya agar mengosongkan lahan yang sedang digarap warga.

Kedua, warga telah menggarap lahan eks PT PTP tersebut sejak puluhan tahun karena ditelantarkan oleh pihak swasta penguasa HGU.

Ketiga, penggarap baru mengetahui tahun 2023 bahwa lahan garapan tersebut telah dioveralihkan dari PT PTP kepada PT BSS pada tahun 1997.

Padahal, sejak itu PT BSS tidak pernah menguasai fisik lahan garapan atau tidak pernah melakukan aktivitas apapun di lokasi.

Keempat, penggarap baru mengetahui tahun ini bahwa di lokasi alam dijadikan kawasan objek wisata alam.

Kelima, penggarap merasa resah sejak orang-orang tidak dikenal yang mengaku suruhan PT BSS melakukan pencabutan beberapa spanduk pembangunan masjid di sekitar lokasi.

“Kami sangat berharap Ketua DPRD maupun Pemkab Bogor dapat segera turun tangan mengatasi persoalan ini secara adil.

Minimal kami dipertemukan dengan pihak swasta agar ada kejelasan,” tegas Indra.

Terpisah, Ketua Paguyuban Petani Penggarap di Desa Pasir Buncir, Bubung Saeful Arsyad juga mengemukakan keluhan serupa.

“Kami kaget di atas lahan garapan tiba-tiba telah berdiri plang dan pos oleh PT MNC Land.

Padahal kami telah mengecek ke kementerian kalau lahan garapan ini dulunya dikuasai oleh PT BSS dan telah habis masa berlakunya.

Kasihan petani, mereka dituduh menyerobot tanah perusahaan sehingga harus bolak balik ke Polres Bogor,” tandasnya. (acep mulyana/ash)***