APAKABAR BOGOR – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi llmu Hukum (STIH) Dharma Andigha Bogor meminta pemerintah untuk membuka draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) serta melibatkan elemen masyarakat dalam prosesnya.

Yuks, dukung promosi kota/kabupaten Anda di media online ini dengan bikin konten artikel dan cerita seputar sejarah, asal-usul kota, tempat wisata, kuliner tradisional, dan hal menarik lainnya. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

Menurut Aceng, Ketua BEM STIH Dharma Andigha dirinya menilai, proses pembuatan RKUHP tidak menjunjung tinggi transparansi dan partisipasi publik. Hal itu dibuktikan dengan tidak bisa dibukanya draf RKUHP hingga saat ini.

“Sehingga kami dan masyarakat tidak dapat ikut memantau dan meninjau terkait permasalahan yang ada di dalam draft RKUHP ini,” kata Aceng. Jum’at, 1 Juli 2022.

Selain menuntut keterbukaan draf RKUHP, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk menghapus setiap pasal-pasal yang bertentangan serta mengancam HAM dalam negara yang berdemokrasi.

BEM STIH Dharma Andigha juga menuntut Presiden dan DPR RI mempertimbangkan pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dalam negara demokrasi.

“Kami menuntut Presiden dan DPR RI sebagai penentu suatu kebijakan untuk kembali membahas serta mempertimbangkan pasal-pasal yang bermasalah,” tegas Aceng.

Sementara itu, Haidy Arsyad Wakil Ketua BEM STIH Dharma Andigha mengatakan, pembahasan RKUHP sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 1964, namun hingga sekarang belum disahkan karena berbagai polemik dalam pembahasannya.

“Pembahasan mengenai ide dasar terkait asas-asas dalam RKUHP, khususnya pada asas legalitas diperluas konsepsinya,” ujar Haidy.

Menurut Haidy, hal tersebut bertujuan agar peraturan Undang-undang Hukum Pidana sesuai dengan kultur bangsa Indonesia, tidak hanya dari sisi kepastian hukum, namun juga pada sisi keadilan hukum.

Haidy mengungkapkan, pihaknya telah menolak pengesahan RKUHP karena berbagai permasalahan, namun kini direncanakan pengesahannya di bulan Juli.

“Beberapa pasal yang bermasalah antara lain adalah pasal 273, pasal 354, pasal 240 dan 241, pasal 439 dan 310 yang intinya hak berpendapat lebih dibungkam dan disulitkan,” pungkasnya. (Igon)