APAKABAR BOGOR – Adanya protes warga terkait pembangunan sebuah menara seluler milik salah satu provider ternama di Indonesia setinggi lebih dari 30 meter di Kampung Lebak Sirna RT 03/RW 07, Desa Ciampea, Kecamatan Ciampea yang belum miliki izin lingkungan di bantah kontraktor.

Arif, Site Acquisition dari PT Bhakti Bangun Persada, mengatakan selaku kontraktor yang mengerjakan pembangunan menara seluler sudah menempuh perizinan sesuai dengan aturan termasuk memberikan kompensasi bagi warga yang nantinya terkena dampak radiasi dari menara tersebut.

“Sebelum kami melaksanakan pengerjaan menara, sudah meminta dan mengantongi izin lingkungan melalui pemerintah desa. Bahkan izin pun sudah keluar dari Dinas,” ujar Arif. Selasa, 23 Maret 2021.

Menurutnya, terkait adanya protes warga yang dikhawatirkan akan terkena dampak dari radiasi menera seluler. ” Itu diluar jangkauan, bahkan jauh dari rumah warga yang protes. Sementara warga disekitar pembangunan sudah tidak ada masalah dan memberikan izin,” imbuhnya.

Sementara itu, Suparman Kepala Desa Ciampea, membenarkan, bahwa perusahaan yang mengerjakan proyek pembangunan berdirinya menara seluler atau tower sudah memiliki izin lingkungan yang di mediasi oleh pihak Pemdes.

“Sudah dimediasi antara warga dengan pemborongnya, bahkan saya meminta kepada warga terdampak agar menyampaikan tuntutannya. Selain itu warga sudah menyetujui dan menandatangani diatas materai,” kata Suparman.

Menurut Suparman rencana pembangunan menara telekomunikasi milik Indosat itu, warga sekitar yang dalam radius sudah menyatakan setuju dan bertanda tangan. Bahkan warga juga sudah menerima kompensasi sesuai dengan kesepakatan.

“Sesuai aturannya yang berhak menerima kompensasi adalah warga dalam radius ketinggian tower. Jadi hanya warga dalam radius 50 meter yang berhak menerima kompensasi bahkan jika dihitung ada 24 rumah yang sudah terima. Adapun warga yang protes sudah diluar radius,” paparnya.

Meski adanya protes dari warga, Kepala desa tidak punya hak menolak pembangunan tower itu. Kades menuruti aturan yang telah ada dan disetujui antara pemilik lahan dan warga.

“Justru kalau saya menolak, maka saya yang bisa disalahkan. Bisa saja saya dinilai menghambat iklim berinvestasi,” pungkasnya. (TIM)